Kamis, 22 September 2011

ALDO

Img00818-20110813-1608
Am i look great or what?? 

Ini akibat perbedaan persepsi antara si kakak dan si adek mengenai prinsip-prinsip dalam memilih sepatu untuk bekerja. Sang kakak yang memang bekerja kantoran di ibukota berprinsip siapapun dia dan apapun pekerjaannya heels minimal 5 cm adalah a must. Sementara saya yang terbiasa bekerja di lapangan, banyak jalan cepat, tentu bertolak belakang. A flat shoe is a must. Harus realistis karena tidak bisa tampil cantik ala Carrie Bradshaw atau fashion icon lain terkait prinsip-prinsip sepatu keren. Tapi paling tidak tetap tampil cantik dengan flat shoes yang unyu-unyu juga. Hihihihi. 

Aldo. Salah satu shoe store di mall di jakarta andalan sang kakak adalah pilihan yang direkomendasikan. Okey ... have to say ... it was not bad. Seru-seru model sepatu yang ada di toko tersebut. Tapi, bukan itu yang saya cari. Kenyamanan. Setelah melihat sekilas, mencoba sekilas, kemudian melakukan step berikutnya setiap saya berbelanja. Mencari perbandingan dengan store serupa. Mulai dari Sogo, Charles and Keith, Vinnci, dan lain sebagainya. Tapi mata, hati, dan pikiran sudah terlanjut jatuh hati dengan Aldo. A flowery black high heels pump shoe yang dicoba sebelumnya menjadi pilihan. Sebetulnya pilihan warna putih jauh lebih cantik di kaki saya. Sekali lagi karena saya tipikal pembeli yang lebih mengutamakan fungsi, memilih warna hitam karena memang bertujuan untuk bisa dipakai resmi. Bukan berarti sepatu putih tidak bisa resmi, justru tampil lebih chick tapi itu yang tidak bisa saya lakukan. Tuntutan harus kesana kemari dan saya termasuk orang yang tidak bisa menjaga barang berwarna putih, membuat bayangan ngeri atas sepatu putih cantik yang bakal terlihat kumel dan hilang kecantikannya. 

Khusus sepatu ini, meski niatnya dipakai untuk ke kantor, tapi saking cantiknya ngga tega dan memilih disimpan di kotaknya sampai ada acara yang lebih pas untuk sekedar mengenakan sepatu ini. Maklum, selain harga yang agak sedikit diluar ekspektasi saya (baca : mahal), jadi ngga rela kalau sepatu cantik ini harus terlihat tidak terawat. Tapi tidak beberapa waktu lalu. Niat ingin tampil cantik terusik oleh si sepatu yang memanggil dari dalam kotak. Okay ... it's a lil bit overwhelmed. Beberapa kali melakukan perjalanan melalui bandara sempat terpikir apa yang dipikirkan oleh orang-orang itu dengan mengenakan sepatu ber-heels tinggi, apapun bentuknya. You named it, platform, stiletto, pump shoe, peap toe, or else. I'm a shoe lover, so I know how great the shoes behind every man ... or woman. Melihat beberapa dari mereka rasanya penasaran apa yang mereka rasakan ketika harus berjalan didalam bandara dengan ketinggian tertentu, terutama ketika harus berlari-lari mengejar pintu boarding sesekali. Teringat kritik pedas dari salah seoran pengamat fashion (lupa namanya!!!) yang mengeluhkan betapa pesawat atau bandara menjadi barang murah. Tidak satu atau dua orang penumpang yang berkeliaran di bandara atau hendak menaiki pesawat hanya mengenakan celana pendek, sepatu teplek (baca: datar), bahkan sendal jepit sekalipun. Kalau tidak salah ingat, pengamat fashion itu meng-klaim Victoria Becham adalah salah seorang yang benar-benar role model fashion sejati, hanya dari bagaimana dia berpenampilan di bandara. Lihat saja di beberapa foto Posh Spice yang tidak pernah sekalipun terlihat asal-asalan di bandara. Oke ... bagaimana kalau saya mengikuti saran beliau? 

Img00922-20110918-1710
Jadilah ketika itu saya memutuskan mengenakan Aldo yang baru saja saya beli untuk rute perjalanan Surabaya-Banjarmasin kali itu. So far so good ... tidak ada kendala selama berjalan dari rumah ke bandara by taxi. Dan ketika harus sampai di depan antrian loket check in, harus menahan emosi karena deretan penumpang dengan pesawat yang sama dengan saya membawa barang berkerdus-kerdus yang mengakibatkan untuk lapor saja menghabiskan waktu selamat kurang lebih 45 menit. Berdiri dengan Aldo selama 45 menit cukup menyenangkan. So stabil!! Ujian si Aldo meningkat ketika setelah lapor ternyata ruang tunggu untuk penerbangan kami berada di Gate 7. Bagi yang sering 'mampir' di bandara Juanda, Surabaya, mendapat ruang tunggu pada Gate 1 atau Gate 7 adalah mimpi buruk. Perjalanan antara loket lapor menuju kedua gate tersebut lumayan. Ditambah lagi harus naik turun tangga, meski tangga berjalan. Terutama lagi untuk ukuran saya yang terbiasa jalan cepat dan ber-flat shoes. Kali itu adalah first impression dari Aldo yang lumayan membuat saya tersenyum instead of grouning. Konstruksi Aldo yang kokoh (halah!!) ternyata memang terbukti, begitu yang kakak pernah bilang ketika pertama kali saya memilih Aldo. Ibarat pesawat terbang, hampir tidak merasakan turbulensi. Hehehehehe. Dan ketika saya sampai di Gate 7 saya hanya bisa melihat kebawah, dan berujar dalam hati,"Thank you Aldo ... for accompany me this day,". Ckreekk!!!!!!!! Lalu, mengambil pose kaki yang terbalut Aldo secantik mungkin kemudian memasang sebagai display picture di Blackberry Messanger saya. Tidak lama kemudian, beberapa pesan masuk dari beberapa teman, hanya untuk mengatakan ...

"Cute shoes!!!" atau ... "Lucunya!!!!" atau ... "Cantiknyaaaa!!!!!"

Well ... all i can say is, Aldo, i dedicate this sweet words for you only. Good job ...

It doesn't matter how much the price , but how does it fit for you. I don't believe on "there's price there's quality", because it is not for sure. It depends on the chemistry or feel between you and the shoes. You are meant to be to the others or not. That's it. 

Rabu, 21 September 2011

HOTEL VINDHIKA - MAKASSAR

PicturePertama kali ke Makasar tentu saja bukan atas biaya sendiri, melainkan biaya perjalanan 'dinas' seperti biasanya ketika saya mengambil sebuah proyek. Hehehe. FYI, saya bukan tipikal para backpacker atau para traveler pecinta tarif minim dimana pun mereka singgah. More than that, saya pecinta tarif Rp. 0,- . Hihihi. Sebuah keuntungan dimana sebagai asisten tenaga ahli untuk pekerjaan konsultan menjadi salah satu cara saya bisa keliling Indonesia (terlalu jauh kalau saya harus menyebut keliling dunia). Kenekadan akibat mengambil pekerjaan yang cukup extreme dalam artian pertama kali untuk pekerjaan yang bukan dibidang saya dan pertama kali memegang peranan sebagai planner instead of assistant sekaligus ada diseberang pulau. Superexcitement yang ada ketika tahapan survey atau kunjungan lapangan harus segera dilaksanakan. Semangat '45 pushed myself into my limit

Karena sebuah keadaan dan sedikit waktu, tanpa mengenal medan perang (baca : Kota Makasar), kami berempat, saya, seorang teman, dan 2 orang tamu dari pusat, menempuh ratusan kilometer dari Surabaya menuju Makasar, dengan persiapan akomodasi yang disiapkan secara mendadak. Malam sebelum kami berangkat dengan berbekal Google dan sebuah ponsel, kami 'dipertemukan' oleh sebuah tours and travel agent di Makasar yang memang satu-satunya kala itu menyiapkan segala sesuatunya. Mulai dari trasnportasi, penginapan, dan tiket pesawat kami. Satu kata yang bisa saya rekomendasikan untuk tours and travel agent tersebut, JEMPOLLLL!!!!!!!!! Mulai dari ontime, siaga, dan ... asik. Kalau urusan harga relatif. I'm not talking about price in this post. Buat sekedar referensi ketika itu kami menggunakan jasa Let's Go Tours & Travel yang ada di Makasar. Entah kami yang beruntung atau apa, kami begitu beruntung dengan pelayanan tours & travel yang satu ini. Mulai dari kami tiba di Makasar ditengah malam buta, sang driver yang sekaligus menjadi tour guide dadakan kami, ontimesekali. Bahkan, ketika kami belum mendarat Mas Bayo (begitu dia memperkenalkan namanya) stand by di pintu keluar kedatangan bandara Sultan Hasanudin. Karena memang kegiatan di Makasar ketika itu yang sedang padat, kami memang
Mulai dari kami tiba di Makasar ditengah malam buta, sang driver yang sekaligus menjadi tour guide dadakan kami, ontime sekali. Bahkan, ketika kami belum mendarat Mas Bayo (begitu dia memperkenalkan namanya) stand by di pintu keluar kedatangan bandara Sultan Hasanudin. Karena memang kegiatan di Makasar ketika itu yang sedang padat, kami memang hanya mendapat tempat penginapan yang 'hanya' sekelas bintang satu ( * ), namun tidak perlu kecewa dengan pelayanan yang diberikan karena jauh lebih bagus ketimbang hotel dengan kelas diatasnya. FYI, ketika perjalanan kala itu, kami sempat berganti hotel dikarenakan kesalahan komunikasi antara kami dan rekan-rekan proyek di Makasar. Kurang lebih begitu. 

 Picture

Deluxe room

Hotel Vindhika. Sebuah hotel kecil di bangunan ruko yang tipikal sekali tempat persinggahan yang bisa menjadi pilihan parabackpacker atau traveler tarif minim. Sempat salah sangka ketika pertama kali melihat bangunan Hotel Vindhika yang kecil dan tidak 'sekelas' dengan tamu yang sedang bersama kami. Hanya berdoa semoga tidak mengecewakan di keesokan hari. 

Masuk kamar pertama kali kesan yang didapat, not bad. TV flat, clean bathroomclean sheet, small roomNO elevator, apa yang tersirat dari kelasnya memang itu yang bisa kita dapatkan. Tapi harus saya akui, untuk ukuran saya Hotel Vindhika berlantai 3 ini cukup nyaman. Terletak di Jalan Gunung Merapi Kota Makassar yang tidak jauh dari pusat kota meski sedikit agak jauh dari Pantai Losari. Sebagai tipikal pengunjung pecinta servis, pelayanan Hotel Vindhika magnifico!!!!!!!!!! Sapaan ramah para petugas disana setiap berpapasan dengan para pengunjung menjadi kesan tersendiri dari hotel ini yang semoga tetap bertahan meski hanya berbintang 1. Dan ... to be honest, setelah membandingkan dengan hotel berbintang diatasnya keesokan hari (sekali lagi karena kesalahan komunikasi antara kami dan rekan di Makasar), saya jauh lebih nyaman berada di Vindhika.   

Untuk sekedar perbandingan, di Vindhika kami mendapatkan sapaan ramah petugas yang tidak pernah hilang dari sejauh mata kami memandang di setiap lantai, tv cable flat, wifi di kamar, lemari pendingin yang lengkap dengan berbagai macam pilihan snack, kamar mandi yang bersih walau berukuran kecil, dan semua fasilitas berjalan dengan sebagaimana seharusnya. Meski tidak akan kita jumpai lift (naik turun tangga 3 lantai itu lumayan lowh!!), ukuran kamar yang luas, ataupun view. Hotel lain yang kami tempati ketika itu, mendapat 'kelas', parkiran hotel yang lumayan luas, lobby hotel yang luas, lift, ukuran kamar dan kamar mandi yang memang luas. Tapi bahkan kami jarang melihat petugas yang berkeliling sehingga ketika membutuhkan sesuatu kita harus repot menelpon resepsionist atau turun ke lobby, serta view kota karena hotel ini berlokasi 'hampir' di dekat Pantai Losari. Style kamar yang 'standar', tv 21 inch 'standar', last but not least akses wifi yang hanya bisa didapat ketika kita berada di lobby saja.    

So ... the point is ... Vindhika is recommended, khususnya bagi anda-anda yang memang sedang melakukan perjalanan dinas sejenak, tidak mencari pemandangan, atau tidak mencari luxuriousness. Harga? Cukup pantas kok untuk setiap servis yang disediakan Vindhika.